GENERASI HEBAT DIPENGARUHI LINGKUNGAN YANG KUAT| LEARN AND SHARE
Sumber: dokumentasi pribadi
Hari ini (31/5) saya mengunjungi sebuah masjid ekslusif di salah satu perumahan. Lagi-lagi ada hal menarik yang saya jumpai selain kajiannya.
Dalam kunjungan, saya bertemu sejumlah gadis kecil bersaudara. Mereka masih SD tapi kerudungnya MasyaAllah sudah panjang-panjang. Tidak cuma itu, mereka cerdas, sopan, baik dan saling mengayomi.
Umur diantara mereka tidak terpaut jauh, si kakak pertama sangat kalem dan sedikit lebih kecil (badannya) dibanding si adik nomer 2, jadi banyak membuat orang salah paham, begitu juga saya awalnya. Tapi karena si adik nomer 2 manggil "mbak" jadi saya langsung menyimpulkan dan ternyata dibenarkan oleh segerombolan ibu-ibu yang sepertinya tetangga mereka.
Saat itu kami semua sedang buka bersama. Tiga serangkai membentuk lingkaran bersama ibunya. Si adek nomer 2 ini telaten sekali mengajari adeknya nomer 3. Ngajak cuci tangan karena tidak ada sendok. Bahkan mereka lebih memilih nasi bungkus dibanding nasi kotak.
Disitu saya merasa terharu dan kagum. Tentunya mereka tidak akan bisa seperti itu kalau tidak dibimbing sang Ibu. Bisa sih, tapi mungkin tidak sebagus itu akhlaknya.
Oh ya, sebelum berbuka. Si adek terakhir nomer 3 ini sempat memberi saya susu kotak. Tidak cuma saya, tapi semua jamaah perempuan dikasih satu-satu. Padahal itu tidak ada yang menyuruh. Si adek memberinya juga sambil tersenyum dan tanpa rasa takut.
Disinilah letak dan peran penting seorang Ibu dalam mendidik anaknya. Sudah banyak dibahas di luaran sana memang bahwa Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Karena itu, ketika memilih pasangan harus sesuai bibit, bebet, dan bobotnya kalau menurut orang Jawa. Kalau di Islam, ada 4 kriteria tapi yang lebih utama agamanya.
Seringkali perempuan yang menempuh pendidikan tinggi juga diremehkan, bahkan diera milenial ini masih begitu tradisinya. Perempuan tidak perlu sekolah tinggi kalau kerjanya di dapur.
Stigma yang seperti ini harus dipatahkan, karena peran Ibu sesungguhnya sangat krusial.
Tumbuh kembang anak, tergantung pola didik orang tua, utamanya Ibu karena yang seringkali berinteraksi.
Peran Ibu juga sebagai penengah, sebagai pengelola rumah tangga. Kalau sudah begini dibutuhkan skill, walaupun ada yang dinamakan naluri. Tetapi tetap butuh pemahaman yang matang. Nah, pemahaman yang matang ini biasanya diperoleh ketika menempuh pendidikan tinggi.
Memang di pendidikan tinggi tidak diajari cara mendidik anak tapi setidaknya mahasiswa dituntut untuk berfikir kritis tentunya dengan perkembangan pemahaman dan stimulus otak yang sudah mulai matang.
Kembali lagi ke anak, tumbuh kembang anak yang seperti contoh di atas masuk kategori pertumbuhan kognitif. Yang mana lingkungan berpengaruh pada tumbuh kembangnya, seperti penggunaan bahasa dan psikososialnya.
Pertumbuhan kognitif ini peran utamanya pasti didapatkan dari si Ibu sebagai madrasah pertama. Dan saya akui, si ibu ini memang sangat bijak dalam mendidik anak-anaknya.
Walaupun saya memang belum berstatus sebagai ibu apalagi menikah, tapi saya juga calon ibu. Otomatis saya juga masih harus banyak belajar persoalan seperti ini.
#Day(26)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
Komentar
Posting Komentar