PERSPEKTIF BAPAK DARI KACAMATA ANAK
Sumber: Jumat Malam (22/11) saya dan teman-teman menonton film Frozen 2.
Jumat malam (22/11) saya pergi ke sebuah bioskop untuk menonton film Frozen 2 bersama teman-teman. Sedikit review, alurnya agak cepet karena mungkin film juga ya? Overall filmnya bagus, banyak pesan moralnya.
Seusai menonton, saya langsung pulang dan pesan grab bike seperti biasa. First impresinya ketemu sama bapak driver agak takut soalnya udah malam, perjalanan jauh lalu si bapak seperti "gimana gitu".
Alasan saya menyimpulkan demikian karena si bapak akrab dengan mas yang jaga parkiran di depan mall. Lalu segera saya tepis dan berusaha positif sambil tetap berdzikir dalam hati supaya ketakutan saya mereda.
Dalam perjalanan ternyata bapaknya memang asyik. Awalnya sempat kurang tau lokasi tujuan saya, tapi setelah sedikit penjelasan akhirnya kami sepakat untuk lewat jalan A yang agak sepi tadi. Disitu saya lagi-lagi masih merasa was-was walaupun saya sedikit bisa ilmu beladiri yaitu karate, tetap saja saya tidak akan menang kalau melawan si bapak yang secara fisik lebih besar. Tapi, ah sudahlah.
Selama perjalanan saya ataupun bapak saling mengajukan pertanyaan dan mengobrol asyik bak kawan lama. Ternyata, si bapak driver nariknya mulai sore sampai dini hari dan setiap hari pulang pergi Malang-Pasuruan. Jauh bangetkan?
Si bapak menceritakan alasannya bekerja seperti itu. Ternyata semua dilakukan demi sang anak. Jadi, anaknya masih kecil. Kalau tidak salah dengar tadi bapaknya bilang masih SD. Setiap hari diantar jemput oleh si bapak karena dirumah cuma sama si nenek. Disini saya teringat ayah saya sendiri, yang juga merelakan waktunya untuk mengantar jemput setiap hari mulai dari saya kecil sampai kerja. Saya memaklumi karena barangkali waktu kami hanya sampai disini, karena kelak kalau saya sudah berkeluarga sendiri, suami mungkin yang akan menggantikan perannya? Hahaha. Sepertinya itu hanya akan menjadi angan saya saja.
Bukan apa-apa, terserah saya dinilai manja atau apa. Tapi saya menghargai momen-momen dimana saya masih bisa bermanja dengan ayah walaupun bukan manja yang begitulah, hanya saja dengan begini kami lebih dekat. Kalau kebetulan ayah tidak ada saya sering merasa kangen. Padahal kalau ada bawaannya saya sebel karena over protektifnya. Tapi begitu beliau tidak ada, saya juga kesel karena kangen. Hahaha. Lucu memang. Saya sendiri juga heran.
Kembali lagi ke si bapak driver. Perjuangannya untuk menghidupi keluarganya amat besar, karena ternyata si bapak single parent. Usut punya usut, si bapak sudah pisah sama istri karena istrinya lebih memilih lelaki lain dan menyerahkan si anak pada bapak atau tidak membawa sang anak ikut serta dalam kehidupan barunya. What ever, soalnya saya tidak terlalu mendalami topik tersebut. Saya merasa empati sama si bapak. Pas cerita sepertinya sedih gitu, karena sepertinya kejadiannya baru kalau menilik dari ceritanya.
Dari sini saya mengambil kesimpulan tersendiri. Oh ya, sebelum si bapak driver kerja jadi ojol atau daring, beliau kerja di mall yang saya datangi sebagai tukang parkir kalau tidak salah dengar. Berhubung sudah pisah, 3 bulan terakhir beliau memutuskan untuk aktif menjadi ojol saja.
Cerita ini kalau menurut saya amat sentimentil sekali, apalagi banyak relatednya sama kehidupan saya. Dari kecil, saya juga hidup dengan ayah dan nenek. Ayah saya kerjanya juga ngojek, setiap hari antar jemput saya sekolah bahkan sampai kerja seperti cerita diawal. Saya baru diizinkan mengendarai motor sendiri ya baru-baru ini sewaktu sudah mulai kerja.
Kembali ke si bapak driver. Berdasarkan ceritanya, perjuangannya untuk menjadi single parent yang baik sangat besar. Rela bersusah payah demi sang anak. Kerja dimalam buta dengan konsekuensi yang amat besar, lalu ketika fajar menyingsing harus mengantar jemput si anak.
Selain kisah teladan perjuangannya dalam mencari nafkah yang perlu dilihat saya sebagai sang anak. Saya sebagai calon istri dan ibu juga perlu melihat perjuangan beliau sebagai suami.
Tugas suami salah satunya mencari nafkah yang halal bagi anak dan istri. Kalaupun rezeki hartanya masih belum cukup harusnya istri tetap mendampingi. Memberikan support apalagi kalau suami pekerja keras. Karena manusia tidak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan, bukan malah meninggalkan begitu saja. Padahal ada anak juga yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang tua.
Sebelum menikah, harusnya sama-sama tau bagaimana keuangan satu sama lain. Jangan menikah hanya berdasarkan cinta, tapi dalam agama saya ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Aspek-aspek ini harus disepakati satu sama lain. Kalau masih belum sepakat, apakah masih bisa ditolerir? Itu juga harus diperhatikan.
Terlepas dari semua itu, saya tidak berhak menjudge mereka karena saya juga tidak tahu cerita dari dua sisi. Tapi, dari sini bisa sedikit saya ambil pelajaran.
Menikah menyatukan dua kepala menjadi satu, bahkan menikahi keluarganya. Ketika menikah maka beban tidak cuma diri sendiri melainkan ada yang lainnya, suami, istri, anak, dan keluarga besar. Harus dipertimbangkan betul bagaimana kedepannya ketika dua orang; laki-laki dan perempuan yang memutuskan menikah. Masing-masing orang; suami-istri punya tupoksinya masing-masing. Yang mana tupoksi ini saling menguatkan dalam rumah tangga yang berasal dari kata rumah dan tangga. Entah tangga keatas atau kebawah semua tergantung dari peran suami dan istri.
Menikah jangan asal nikah; karena dikejar umur, kata lain zinah dan lain sebagainya. Karena dalam Islampun menikah ada hukumnya mulai dari wajib sampai mubah tergantung kondisi masing-masing. Contohnya, kalau nafsu besar tapi belum sanggup menikah ya puasa obatnya. Sebagai penahan hawa nafsu bukan nafsu atas makan dan minum saja, tapi nafsu akan syahwat.
Panjang kali lebar kali tinggi dan tidak jelas sekali ya pembahasan saya. Tapi semoga, ini senantiasa menjadi pelajaran dan pengingat utamanya untuk saya sendiri. Kalau banyak kekeliruan, itu murni karena faham yang benar menurut saya sendiri.
Komentar
Posting Komentar